Jumat, 08 Mei 2015

MAKALAH MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM



KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia – Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM”  tepat pada waktunya. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI. Dengan membuat tugas ini semoga wawasan kami semakin bertambah, aamiin.
Dalam menyelesaikan makalah ini, tim penulis telah banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini tim penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1.      Bapak Hamid Sakti W. M. SI.selaku dosen mata kuliah Peng. Kur. PAI yang telah memberikan tugas mengenai makalah ini sehingga pengetahuan tim penulis mengenai tema makalah ini semakin bertambah.
2.      Pihak pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah turut membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
            Kami menyadaribahwapenyusunanmakalahinimasihjauhdarikesempurnaan.Olehkarenaitu , kami sangatmengharapkanadanyakritikdan saran yang bersifatpositif, gunapenulisanmakalah yang lebihbaiklagi di masa yang akandatang.
            Harapan kami semogapenulisanmakalah yang sederhanainibiasmemberikanmanfaatkepadakitasemua.
Semarang, oktober 2014

Penulis


DAFTAR ISI
Kata Pengantar                                                                                               i
Daftar Isi                                                                                                         ii
BAB I PENDAHULUAN
  1. LatarBelakangMasalah                                                                       1
  2. RumusanMasalah                                                                                1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Makna Model Pengembangan Kurikulum                                          2
  1. Sumber Pengembangan Kurikulum                                                    3
  2. Model-model Pengembangan Kurikulum                                           4
BAB III PENUTUP
  1. Kesimpulan                                                                                         19
  2. Penutup                                                                                               20
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                21




BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran serat cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang menentukandalam suatu sistem pendidikan karena merupakan alat  untuk mencapai tujuan pendidikan. Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didik pun akan dinamis, maka perkembangan kurikulum dinamis, sehingga peserta didik tidak terasing dalam masyarakat.
Seiring dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju cepat, dan dinamis, menuntut kemajuan masyarakat sebagai pelaku pendidikan juga berkembang, untuk itu pemerintah melalui guru berusaha mewujudkan sumber daya manusia yang kompeten sebagai produk hasil dari proses pendidikan. Maka dari itu perlu adanya pengembangan kurikulum sebagai modal dasar agar pembelajaran dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. 
Dalam pengembangan kurikulum, banyak model-model yang digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan.
Dari beberapa penjelasan diatas, pengembangan kurikulum sangat penting sekali bagi dunia pendidikan, agar tujuan daripada pendidikan dapat terwujud dengan baik.  Ada beberapa model yang diungkapkan oleh para ahli dalam pengembangan kurikulum, yang dalam hal itu, akan dibahas dalam makalah penulis yang berjudul “model-model pengembangan kurikulum”.

B.            Rumusan Masalah
1.Seperti Apa Makna Model Pengembangan Kurikulum?
2.Bagaimana Sumber Pengembangan Kurikulum?
3.Bagaimana Model-model Pengembangan Kurikulum?
BAB  II
PEMBAHASAN

A.           Makna Model Pengembangan Kurikulum
Menurut Good dan Traaver, model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi pristiwa kompleks atau sistem dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu ke dalam realitas, yang sifatnya lebih praktis. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat prespektif untukmengambil keputusan atau sebagai petunjuk untuk kegiatan pengelolaan.[1]
Pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek yang memengaruhinya, seperti cara berfikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan sosial), proses pengmbangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendasain (designing), menerpakan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum.[2]
Dalam pengembanga kurikulum, hendaknya sebisa mungkin didasarkan pada faktor-faktor yang konstan sehingga ulasan mengenai hal yang dibahas dapat dilakukan secara konsisten. Faktor-faktor konstan yang dimaksud adalah dalam pengembangan kurikulum perlu didasarkan pada tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang menggambarkan dalam pengembangan tersebut Faktor-faktor konstan tersebut, yang terdiri dari beberapa komponen tersebut, harus saling bertalian erat. Misalnya evaluasi harus sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, begitujuga dengan bahan ajar dan proses belajar mengajar.[3]
Sehingga, agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembang kurikulum semestinya memahami berbagai jenis model pengembangan kurikulum. Yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses penyususnan suatu kurikulum.Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga haarpan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan praktik, bisa diwujudkan.

B.            Sumber Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum, ada beberapa sumberatau landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari pekerjaan dan kehidupan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa.
Dalam pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi berbagai unsur kebudayaan. Manusia adalah mahluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum,
Sumber lain ialah anak, dalam pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu kepada anak, melainkan menumbuhkan potensi-potensi yang telah ada pada anak. Ada tiga pendekatan kepada anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, dan minat siswa.
Beberapa pengembanagn kurikulum berdasarkan pada pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum kemudian. Kemudian, yang menjadi sumber penyusunan kurikulum ialah kekuasaan sosial politik. Di Indonesia pemegang kekuasaan social-politik dalam penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang dalam pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Dirjen Pendidikan Tinggi bekertasama dengan Balitbangdigbud.[4]

C.     Model-model Pengembangan Kurikulum
1. Model Ralph Tyler (Basic Principles Curriculum and Instruction)
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler (1949) diajukan berdasarkan pada beberapa pernyataan yang mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum, seperti gambar berikut:[5] :

Objectives

Selecting Learning experience

Organizing Learning Experience

Evaluation

a.    Menentukan tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir setelah peserta didik mengikuti program pendidikan, sehingga tujuan tersebut harus dirimuskan secara jelas sampai pada rumusan tujuan khusus guna mempermudah pencapaian tujuan tersebut.
Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan pendidikan menurut Tyler, yaitu : a) hakikat pesarta didik b) kehidupan masyarakat masa kini dan c) pandangan para ahli bidang studi. Penentuan tujuan pendidikan dengan berdasarkan masukan dari ketiga aspek tersebut. Kemudian difilter oleh nilai-nilai filosofis masyarakat dan silosofis pendidikan serta psikologi pendidikan.[6]
Selain itu ada lima faktor yang menjadi arah penentu tujuan pendidikan, yaitu : pengembangan kemampuan berfikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik, dan pengembangan sikap sosial. Jadi, dalam menentukan tujuan pendidikan hendaknya jangan hanya memperhitungkan pendapat para ahli disiplin ilmu melainkan juga kebutuhan dan minat anak dan masyarakat yang sesuai dengan falsafah Pendidikan.[7]
b.    Menentukan proses pembelajaran
Setelah penetapan tujuan, selanjutnya ialah menetukan proses pembelajaran apa yang paling cocok dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan paserta didik. Hal ini agar mereka dapat mengadakan reaksi mental dan emosional maupun dalam bentuk kelakuan.[8]
c.    Menentukan organisasi pengalaman belajar
Setelah proses pembelajaran ditentukan, selanjutnya menentukan organisasi pengalaman belajar. Pengalaman belajar di dalamnya mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi atau materi belajar. Bahan yang harus dipelajari peserta didik dan pengalaman belajar apa yang harus dilakukan, diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan. Kejelasan tujuan, materi belajar dan proses pembelajaran serta urutan-urutan akan mempermudah untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi pembelajaran apa yang sebaiknya digunakan.[9]
d.   Menentukan evaluasi pembelajaran
Menetukan jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam model Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar penetapan jenis evaluasi bisa tepat, maka para pengembang kurikulum disamping harus memerhatikan komponen-komponen kurikulum lainnya, juga harus memerhatikan prinsip-prinsip evaluasi yang ada.[10]
   Jadi dalam melakukan evaluasi hendaknya jangan hanya berbentuk tes tertulis akan tetapi juga berupa observasi, hasil pekerjaan siswa, kegiatan dan partisipasinya serta menggunakan metode-metode lainnya agar diperoleh gambaran yang lebih komperhensif tentang taraf pencapaian tujuan pendidikan.

2.  Model Taba (inverted Model)
Model Taba merupakan modifikasi dari model Tyler. Modifikasi tersebut penekanannya terutama pada pemusatan perhatian guru. Taba memrcayai bahwa guru merupakan faktor uatama dalam usaha pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memosisikan guru sebagai inovator dalam pengembangan kurikulum merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba.[11]
Langkah-langkah dalam proses pengembangan kurikulum menurut Taba:
a.   Diagnosis Kebutuhan
Agar kurikulum menjadi berguna pada pengalaman belajar murid, Taba berpendapat bahwa segatlah penting mendiagnosis berbagai kebutuhan pendidik. Hal ini merupakan langkah penting pertama dari Taba tentang apa yang anak didik inginkan dan perlukan untuk belajar. Karena latar belakang peserta didik yang beragam, maka diperlukannya diagnosis tentang gaps, berbagai kekurangan, (deficiencies), dan perbedaan latar belakang peserta didik (variations in these background).
b.   Formulasi Pokok-pokok (Merumuskan tujuan pendidikan)
Formusai yang jelas dan tujuan-tujuan yang koperhensif  untuk membentuk dasar pengembangan elemen-elemen berikutnya. Secara jelas, taba berpendapat bahwa hakikat tujuan akan menentukan jenis pelajaran yang perlu untuk diikuti.
        Dalam merumuskan tujuan pendidikan, ada empat area yang perlu diperhatikan, pertama, konsep atau ide yang akan dipelajari (concepts or ideas to be learned). Kedua, sikap, sensitivitas, dan perasaan yang akan dikembangkan (attitudes, sensitivities, and feeling to be developed). Ketiga, pola pikir yang akan ditekankan, dikuatkan, atau dimulai/dirumuskan (ways of thingking to be reinforced, strengthened, or initiasted). Keempat, kebiasaan dan kemampuan yang akan dikuasai (habits and skills to be mastered)
c.    Seleksi Isi
Menurut Taba, isi (materi) yang akan diajarkan kepada peserta didik adalah:
1). Harus Valid dan signifikan,
2). Isi Harus relevan dengan kenyataan sosial,
3). Isi hasus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman.
4). Isi harus mencakup beberapa tujuan,
5). Isi harus dapat disesuaikan dengan kemampuan peserta didik untuk mempelajarinya, dan bisa dihubungkan dengan pengalaman mereka.
d.   Organisasi isi
Dalam menyusun kurikulum, terutama terkait dengan bentuk penyajian bahan pelajaran/isi atau organisasi kurikulum/isi, ada dua organisasi kurikulum yang bisa menjadi pilihan, yaitu kurikulum berdasarkan mata pelajaran dan kurikulum terpadu.
e.    Seleksi pengalaman belajar
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam seleksi pengalaman belajar peserta didik.
1. Pengalaman peserta didik harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebab, setiap tujuan akan menentukan pengalaman pembelajaran.
2. Setiap pengalaman belajar harus memuaskan peserta didik
3. Setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya melibatkan peserta didik,
4. Dalam satu pengalaman belajar kemungkinan dapat mencapai tujuan yang berbeda.
f.    Organisasi Pengalaman belajar
Mengutip pendapatnya Tyler, terdapat tiga prinsip dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu kontinuitas, urutan isi dan integrasi. Kontinuitas bearti bahwa, pengalaman belajar yang diberikan harus memiliki kesinambungan yang diperlukan untuk pengembangan belajar selanjutnya dan untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain. Adapun urutan isi, artinya setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik harus memperhatikan tingkat perkembangan mereka.
g.   Penetuan tentang apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya.
Dalam melakukan evaluasi, Taba menganjurkan beberapa hal, 1. Menetapkan kriteria penilaian, 2. Menyususn program evaluasi yang koperhensif, 3. Menerapkan teknik pengumpulan data, 4. Melakukan interpretasi data evaluasi, 5. Menerjemahkan evaluasi ke dalam kurikulum.[12]

3. Model Oliva
Rumusan Filsafat
Implementasi
Implementasi
Desain Perencanaan
Rumusan Tujuan Khusus
Rumusan Tujuan Umum
   Menurut oliva, suatu model kurikulum harus bersifat simpel, koperhensif dan sistematik. Oliva menggambarkan bahwa dalam pengembangan suatu kurikulum, ada 12 komponen yang satu sama lain saling berkaitan, seperti yang terlihat dalam gambar berikut.

 

           

Dari bagian di atas, tampak model pengenbangan kurikulum yang dikemukakan oleh olivia.
Komponen Pertama, perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi pendidikan, yang semianya berseumber dari analisis kebutuhan siswa dan analisis kebutuhan masyarakat.
Komponen Kedua, adalah analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah. Sumber kurikulum dapat dilihat dari komponen satu dan dua ini. Komponen satu berisi pernyataan-pernyataan yang bersifat umum dan sangat ideal. Sedanglan komponen dua sudah mengarah pada tujuan yang lebih khusus.
Komponen Ketiga dan keempat, berisi tentang tujuan umum dan tujuan khusus kurikulum yang didasarkan pada kebutuhan seperti yang tercantum pada komponen satu dan dua.
Komponen kelima, mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
Komponen keenam dan ke tujuh, mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan khusus pembelajaran.
Komponen kedelapan, menetapkan strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat tercapai tujuan .
Komponen kesembilan, setudi awal tentang strategi dan teknik penilaian yang dapat digunakan.
Komponen kesepuluh, mengimplementasikan strategi kurikulum, setelah strategi diimplementasikan, pengembangan kurikulum kembali ke komponen sembilan atau komponen sembilan plan B, untuk menyempurnakan alat atau teknik penilaian.
Komponen ke sebelas dan duabelas, dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.[13]

4. D.K. Wheeler (Curriculum Process)
            Wheeler  mempunyai argument tersendiri agar pengembangan kurikulum dapat menggunakan lingkar proses, yang setiap elemennya saling berhubungan dan saling bergantung. Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkahnya merupakan pengembangan secara logis terhadap model sebelumnya, dan suatu langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan. Wheeler mengembangkan ide-idenya sebagaimana telah dilakukan oleh Tyler dan Taba. Wheeler menawarkan lima langkah yang saling keterkaitan dalam proses kurikulum.[14]
            Lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis dan temporer akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Wheeler mengembangkan lebihlanjut apa yang dilakukan Tyler dan Taba, meski hanya dipersentasikan agak berbeda. Adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
a.      Seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya.
b.      Seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan dan sasaran.
c.       Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin ditawarkan.
d.      Organisasi dan integrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar  mengajar
e.       Evaluasi setiap fase dan masalah tujuan-tujuan.
Berikut merupakan model pengembangan kurikulum versi Wheeler dalam bentuk lingkaran: 

1.Aims, goals, and objective
3. Selection of content
4. Organization and Integration of learning experience and content
5. Evaluation
2. Selection of learning experience











Kontribusi Wheeler terhadap pengembangan kurikulum adalah terhadap hakikat lingkaran dari elemen-elemen kurikulum. Kurikulum proses disini tampak lebih sederhana dan gambar diatas memberikan indikasi bahwa langkah-langkah dalam  lingkaran yang bersifat berkelanjutan memiliki makna responsif terhadap perubahan-perubahan pendidikan yang ada.

5. Audery dan Howard Nicholls
            Audery dan Howard Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang tegas mencakup elemen-elemen kurikulum dengan jelas dan ringkas. Ia menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum baru yang muncul dari adanya perubahan situasi.[15]
Audery dan Howard Nicholls mendefinisikan kembali metodenya Tyler, Taba dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus atau berbentuk lingkaran, dan ini dilakukan demi langkah awal, yaitu analisis situasi. Kedua penulis ini mengungkapkan bahwa sebelum elemen-elemen tersebut diambil atau dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan situasi di mana keputusan kurikulum itu dibuat harus dipertimbangkan  secara mendetail dan serius. Dengan demikian, analisis situasi menjadi langkah pertama yang menbuat para pengembang kurikulum memehami faktor-faktor yang akan mereka kembangkan[16]
            Ada lima langkah yang diperlukan dalam  proses pengambangan secara kontinu. Langkah-langkah tersebut:
a.      situasional analysis (analisis situasi)
b.      selection of objectives (seleksi tujuan)
c.       selection and organization of content (seleksi dan organisasi isi)
d.      selection and organization of methods (seleksi dan organisasi mode)
e.       evaliation (evaluasi)
Masuknya fase analisis situasi merupakan suatu yang disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih responsif terhadap lingkungan dan secara khusus dengan kebutuhan anak didik. Kedua lebih menekankan perlunya memakai pendekatan yang lebih komperhensif untuk mendiaknosis semua faktor menyangkut semua situasi dengan diikuti penggunaan pengetahuan dan pengertian yang berasal dari analisis tersebut dalam perencanaan kurikulum. Untuk lebih memahami model kurikulum yang dibuat Nicholls, bisa mengamati sesuai gamba berikut.





Selection of objective
Evaloation analysis
evaluation
Selection and organization of content
Selection and organization of method









         Dengan menerapkan situasional analysis sebagai titik permulaan, model ini memberikan dasar data sehingga tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan. Berbeda halnya dengan Wheeler ia tidak merujuk pada analisis situasi yang spesifik, ia sebenarnya lebih menguji pada keberadaan sumber tujuan yang ada.

6. Deckler Walker
Walker berpendapat bahwa para pengembang kurikulum tidak mengikuti pendekatan yang telah ditentukan dari urutan yang rasional dari elemen-elemen kurikulum ketika mereka mengembangkan kurikulum. kurikulum. Lebih baik memprosesnya melalui tiga fase di dalam persiapan natural daripada dalam kurikulum. Kesimpulan tersebut berasal dari analisis Walker terhadap laporan proyek kurikulum, seperti CHEM Stuidi, BSCS, SMSG serta partisipasi pribadinya dalam proyek kurikulum bidang kesenian. Analisis Walker menguraikan apa yang telah dilihat sebagai model alami dalam proses kurikulum. It is a naturalistic model in the sense that it was constructed to represent phenomena and realtions observed in actual curriculum projects faithfully as possible with a few terns and principles.[17]
Untuk lebih jelasnya mengenai model kurikulum versi Walker ini, kita bisa lihat gambar berikut:


Platform
Deliberation
Belief           Theories         Conceptions           Point of view                aims, objectives
 









(applying them to practical situations arguing about, accepting, refusing, changing, adapting)
Curriculum Design
 




          (Making decision about the various process componen)
Walker mempunyai argument bahwa  pernyataan platform di organisasikan oleh para pengembang kurikulum dan pernyataan tersebut berisi serangkian ide, prefensi dan pilihan, pendapat, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum.  Aspek-aspek tersebut mungkin tidak definisikan atau secara logis, tapi mereka membrntuk basis platform sehingga kurikulum mendatang bisa dibuat oleh pengembang kurikulum.
Walker berpendapat bahwa pengembang kurikulum tidak memulai tugas dalam keadaan kosong (a blank state), nilai-nilai, konnsepsi, dan hal-hal lain yang pengembangan kurikulum gunakan untuk oroses pengembangan kurikulum mengindikasikan adanya kesukaan dan perlakuan sebagai dasar mengembangkan kurikulum. Walker mengajurkan bahwa: The Platfrom includes an idea of what is ought to be and these guides the curriculum developer in the dertemining what should be do to realize his vision
Ketika interaksi di antara individu dimulai, mererka kemudian memasuki fase pertimabangan yang mendalam. Walker berpendapat bahwa selama fase ini, individu mempertahankan pertanyaan platform mereka sendiri dan menekanakan pada idde-ide yang ada. Berbagai peristiwa ini memberikan suatu (developers) juga beusaha menjelaskan ide-ide mereka mencapai suatu konsesus. Dari periode yang agak kacau, fase yang telah dipertimbangkan menghasilkan suatu ilmuniti yang penuh pertimbangan.
Fase model terakhir Walker adalah menggunakan bentuk design. Pada fase ini, developers membuat keputusan tentang berbagai komponen proses atau elemen-elemen kurikulum. Keputusan akan dicapai setelah ada diskusi mendalam dan dikompromikan oleh individu-individu. Keputusan-keputusan itu kemudian deirekam dan menjadi basis data untuk dokumen kurikulum atau materi yang lebi spesifik.[18]       
  
7. Malcolm Skilbeck (dyanamic or interactive models)
Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum Austalia ( Australia’s Curriculum Development Center), mengembangkan suatu interaksi altertnatif atau model dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau model dinamis bagi model proses kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skilbeck (1976) mengajurkan suatu pendekatan dan mengembangkan kurikulum pada tingkat sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah di dasarkan pada pengembangan kurikulum (SCBD), sehingga Skilbeck memberikan suatu model yang membuat pendidik dapat mengembangkan kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal ini, Skilbeck memepertimbangkan model dynamic in nature.[19]
Model dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive models) menetapakan pengembangan kurikulum harus mendahulukan sustu elemen kurikulum dan memualianya dengan suatu dari urutan yang telah ditetntukan dan diajurkan oleh model rasional. Skilbeck mendukung petunjuk tersebut, menambahkan sangat penting bagi developers untuk menyadari sumber-sumber tujuan mereka. Untuk mengetahui sumber-sumber tersebut, Skilbeck berpendapat bahwa “a situasional analysis” harus dilakukan. Untuk lebih mudah memahami model yang ditawarkan Skilbeck, gamabr ini mungkin bisa membantu:


Situation Analysis
Goal Formulation
Program Buliding
Interpretation and implementation
Monitoring, Feedback assesment, recondruction
 












Model ditas mengkalim bahwa agar School-Based Curriculum Development (SBCD) dapat bekerja secara efektif, lima langkah (steps) diperlukan dalam suatu proses kurikulum. Skilbeck berkata bahwa model dapat diaplikasikan secara bersama dalam pengemban kurikulum, observasi dan peneliaan sistem kurikulum, dan aplikasi nilai dari model tersebut pada nilai dan model tersebut terletak pada pilihan pertama.
Mengingat susunan model ini secara logis termasuk kategori rational by natur, namun Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak terjurumus pada perangkap (trap). Skilbeck mengingatkan bahwa pengembangan kuriulum (curriculum development) perlu mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langakah (stage) tersebut secara bersamaan. Pengertian model di atas sangat sangat membingungkan, karena sebenarnya model tersebutmendukung pendekang rasional daripada pengembangan kurikulum. Namun demikian, Skilbeck berkata: The model outlined does not presuppose a means and analysis at all, it simply encourages teams and or groups of curriculum developers to take account different elements and aspects of the curriculum development process, to the see the process as an organic whole and to wrok in a moderately systematic way
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa alat ini tidak mengisyaratkan suatu alat. Tujuananya adlah menganalisis secara keseluruhan; tetapi secara simbol telah mendorong teams atau groups dari pengembang kurikulum untuk lebih memperhatikan perbedaan-perbedaan elemen dan aspek-aspek proses pengembangan kurikulum, agar lebih bisa melihat proses bekerja dengan cara sistematik dan moderat.
      
8.      Model Administratif
Pengembangan kurikulum model ini disebut juga dengan istilah dari atas ke bawah (top down) atau staf lini (line-staff procedure), artinya pengembangan kurikulum ini ide awal dan pelaksanaannya dimulai dari para pejabat tingkat atas pembuat keputusan dan kebijakan berkaitan dengan pengembangan kurikulum. Tim ini sekaligus sebagai tim pengarah dalam pengembangan kurikulum. Langkah kedua adalah membentuk suatu tim panitia pelaksana  atau komisi untuk mengembangkan kurikulum yang didukung oleh beberapa anggota yang terdiri dari para ahli, yaitu: ahli pendidikan, kurikulum, disiplin ilmu, tokoh masyarakat, tim pelaksana pendidikan, dan pihak dunia kerja[20]
Tim ini bertugas untuk mengembangkan konsep-konsep umum, landasan, rujukan, maupun strategi pengembangan kurikulum yang selanjutnya menyusun kurikulum secara operasional berkaitan dengan pengembangan atau perumusan tujuan pendidikan maupun pembelajaran, pemilihan dan penyusunan rambu-rambu dan substansi materi pelajar, menyusun alternatif proses pembelajaran, dan menentukan penilaian pembelajaran.
Setelah semua tugas dari dari tim kerja pengembangan kurikulum tersebut telah usai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwewenang atau pejabat yang berkompeten. Setelah mendapatkan beberapa kesempurnaan dan dinilai lebih cukup baik, administer pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut.[21]
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaannya. Setelah berjalan beberpa saat, perlu juga dilakukan suatu evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponenya. Penilaian tersebut dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkan pusat atau daerah, sedangkan penilaian sekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut adalah merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah dan sekolah.

9.      Model Grass Roots
Pengembangan kurikulum model ini kebalikan dari model adaministratif. Model Grass Roots merupakan model pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Pengembangan kurikulum model ini, berada ditangan staf pengajar sebagai pelaksana pada suatu sekolah atau beberapa kesolah sekaligus. Model ini didasaarkan pada pandangan bahwa implementasi kurikulum akan lebih berhasil jika staf pengajar sebagai pelaksana seudah sejak semula diikutsertakan dalam pengenbagan kurikulum[22]. Model Grass Roots lebih demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan, sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifik menuju bagian-bagian yang lebih besar.[23]
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum model Grass Roots, di antaranya : 1) guru harus memiliki kemampuan yang propesional; 2) guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyeselaian permasalahan kurikulum; 3) guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan penentuan evaluasi; 4) seringnya pertemuan pemahaman guru dan akan menghasilkan konsensus tujuan, perinsip, maupun rencana-rancana. Ada beberapa hal yang harus diantisipasi dalam model ini, diantaranya adalah akan bervariasinya sistem kurikulum di sekolah karena menerapkan partisipasi sekolah dan masyarakat secara demokratis. Sehingga apabila tidak terkontrol (tidak ada kendali mutu), maka cendrung banyak mengabaikan kebijakan dari pusat.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memingkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru, fasilitas, biaya, maupun bahan-bahan perpustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots akan lenih baik. Hal  itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya.  Dialah yang paling tau kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.[24]

10.    Model Demonstrasi
Model pengembangan kurikulum idenya datang dari bawah (Grass Roots). Semula merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunkan dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering mendapat tantangan atau keidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu. Menurut Smith, Stanley, dan Shores, ada dua bentuk model pengembangan ini.
Pertama; sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah yang diorganisasi dan ditunjuk untuk melaksanakan suatu uji coba atau eksperimen suatu kurikulum. Proyek ini bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah satu atau beberapa segi/ komponen kurikulum. Hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas,
Kedua; dari bebrapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang sudah ada, kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji coba, dan mengadakan pengembangan secara mandiri.dengan kegiatan ini, mereka mereka mengharapkan ditemukan kurikulum, atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan di daerah yang lebih luas.
Ada beberapa kebaikan dalam penerapan model pengembangan ini, di antaranya adalah : 1) kurikulum ini akan lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah diuji dan diteliti secara ilmiah; 2) perubahan kurikulum dalam skala kecil atau pada aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak administrator, akan berbeda dengan perubahn kurikulum yang sangat luas dan kompleks; 3) hakikat model demonstrasi cerskala kecil akan terhindar dari kesenjangan dokumen dan pelaksanaan di lapangan; 4) model ini akan menggerakkan inisiatif, kreativitas guru-guru serta memberdayakan sumber-sumber administrasi untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam mengembangkan program yang baru. 
Dari beberapa model pengembagan kurikulum yang telah diuraikan diatas, ditemukan beberapa perbedaan yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.Dalam pengembangan kurikulum model apapun yang digunakan adalah model yang digunakan dalam kurikulum, dan kurikulum tersebut baik  pada masanya. Sebenarnya masih banyak model-model pengembagan kurikulum yang lain beserta langkah-langkah yang ditawarkan yang juga memiliki orientasi kata yang berbeda dengan yang lainnya. Namun, pada dasarnya semua kurikulum tersebut, memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang sama.

BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa model pengembangan kurikulum adalah langkah sistematis dalam penyususnan kurikulum. Alternatif prosedur dalam rangka mendesain, menerapkan dan mengevaluasi suatu kurikulum.model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan  program pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan, berdasarkan pada perkembangan teori dan praktek kirikulum.
Ada banyak model-model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya: 1).Model Ralph Tyler (Basic Principles Curriculum and Instruction). 2). Model Taba (inverted Model), 3). Model Olivia 4). D.K. Wheeler (Curriculum Process), 5). Audery dan Howard Nicholls, 6). Deckler Walker, 7). Malcolm Skilbeck (dyanamic or interactive models), 8). Model Administratif, 9). Model Grass Roots, 10). Model Demonstrasi, dari beberapa model tersebut, pada dasarnya semua kurikulum tersebut, memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang sama.

B.              Penutup
Demikian makalah yang kami susun semoga apa yang kita rumuskan, kita pelajari mendapatkan anugrah dan inayah dari Allah serta bermanfaat bagi kita semua. Dengan semangat belajar yang tinggi pula insyaallah dapat menegakkan tiang agama dan mendapatkan tempat yang mulia kelak di hari akhir amin ya robbal alamin.





















Daftar Pustaka
ü  Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011)
ü  Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,  (Jakarta: Rajawali Press, 2013)
ü  Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993)
ü  Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013)
ü  Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum teori dan praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999)
ü  Subandijah, Pengembangan dan inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996)



[1]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm, 82
[2]Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,  (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm, 78
[3]Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm.139
[4]Ibid.,   hlm. 100
[5]Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Op. Cit., hlm,79
[6]Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Op. Cit.,  hlm,80
[7]Nasution,Op. Cit., hlm.140
[8]Nasution, Op. Cit., hlm.140
[9]Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Op. Cit., hlm,80
[10]Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Op. Cit., hlm,80
[11]Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Op. Cit., hlm, 85
[12]Ibid., hlm. 65-74
[13]Wina Sanjaya, Op. Cit., hlm, 82
[14]Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm, 185-186
[15]Ibid., hlm, 188
[16]Ibid., hlm, 189
[17]Ibid., hlm, 192
[18]Ibid., hlm, 193-194
[19]Ibid.,hlm, 195
[20]Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,  (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm,81
[21]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum teori dan praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm.  161
[22]Subandijah, Pengembangan dan inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 71
[23]Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Op. Cit., hlm,82
[24]Nana Syaodih Sukmadinata,Op. Cit., hlm.  163

Tidak ada komentar:

Posting Komentar