KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat
dan karunia – Nya lah, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ MODEL-MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM” tepat pada
waktunya. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah PENGEMBANGAN
KURIKULUM PAI. Dengan membuat tugas ini semoga wawasan kami semakin bertambah,
aamiin.
Dalam menyelesaikan makalah ini, tim penulis telah banyak mendapat
bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
tim penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1.
Bapak Hamid Sakti W. M. SI.selaku dosen mata kuliah
Peng. Kur. PAI yang telah memberikan tugas mengenai makalah ini sehingga
pengetahuan tim penulis mengenai tema makalah ini semakin bertambah.
2.
Pihak pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah turut membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
Kami menyadaribahwapenyusunanmakalahinimasihjauhdarikesempurnaan.Olehkarenaitu
, kami sangatmengharapkanadanyakritikdan saran yang bersifatpositif,
gunapenulisanmakalah yang lebihbaiklagi di masa yang akandatang.
Harapan kami semogapenulisanmakalah
yang sederhanainibiasmemberikanmanfaatkepadakitasemua.
Semarang, oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar i
Daftar
Isi ii
BAB
I PENDAHULUAN
- LatarBelakangMasalah 1
- RumusanMasalah 1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Makna Model
Pengembangan Kurikulum 2
- Sumber Pengembangan Kurikulum 3
- Model-model Pengembangan Kurikulum 4
BAB
III PENUTUP
- Kesimpulan 19
- Penutup 20
DAFTAR
PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kurikulum merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran serat cara yang
digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang menentukandalam suatu sistem
pendidikan karena merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan. Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didik
pun akan dinamis, maka perkembangan kurikulum dinamis, sehingga peserta didik tidak
terasing dalam masyarakat.
Seiring dengan berkembangnnya
ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju cepat, dan dinamis, menuntut
kemajuan masyarakat sebagai pelaku pendidikan juga berkembang, untuk itu
pemerintah melalui guru berusaha mewujudkan sumber daya manusia yang kompeten
sebagai produk hasil dari proses pendidikan. Maka dari itu perlu adanya
pengembangan kurikulum sebagai modal dasar agar pembelajaran
dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam pengembangan
kurikulum, banyak model-model yang digunakan dalam pengembangan kurikulum.
Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas
kelebihan dan kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal,
tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan
pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan.
Dari beberapa
penjelasan diatas, pengembangan kurikulum sangat penting sekali bagi dunia
pendidikan, agar tujuan daripada pendidikan dapat terwujud dengan baik. Ada beberapa model yang diungkapkan oleh para
ahli dalam pengembangan kurikulum, yang dalam hal itu, akan dibahas dalam
makalah penulis yang berjudul “model-model pengembangan kurikulum”.
B.
Rumusan
Masalah
1.Seperti Apa Makna Model Pengembangan Kurikulum?
2.Bagaimana Sumber Pengembangan Kurikulum?
3.Bagaimana Model-model Pengembangan Kurikulum?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Makna
Model Pengembangan Kurikulum
Menurut Good dan
Traaver, model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi pristiwa kompleks
atau sistem dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang
lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas
yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan
dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu ke dalam
realitas, yang sifatnya lebih praktis. Model berfungsi sebagai sarana untuk
mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat prespektif
untukmengambil keputusan atau sebagai petunjuk untuk kegiatan pengelolaan.[1]
Pengembangan
kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek yang memengaruhinya, seperti
cara berfikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan
sosial), proses pengmbangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat
maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang
perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Model pengembangan
kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendasain (designing),
menerpakan (implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu
kurikulum.[2]
Dalam pengembanga
kurikulum, hendaknya sebisa mungkin didasarkan pada faktor-faktor yang konstan
sehingga ulasan mengenai hal yang dibahas dapat dilakukan secara konsisten.
Faktor-faktor konstan yang dimaksud adalah dalam pengembangan kurikulum perlu
didasarkan pada tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan evaluasi
yang menggambarkan dalam pengembangan tersebut Faktor-faktor konstan tersebut,
yang terdiri dari beberapa komponen tersebut, harus saling bertalian erat.
Misalnya evaluasi harus sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, begitujuga
dengan bahan ajar dan proses belajar mengajar.[3]
Sehingga, agar dapat
mengembangkan kurikulum secara baik, pengembang kurikulum semestinya memahami
berbagai jenis model pengembangan kurikulum. Yang dimaksud dengan model pengembangan
kurikulum yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses penyususnan suatu
kurikulum.Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah
alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan
akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga
haarpan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai
kepentingan, teori dan praktik, bisa diwujudkan.
B.
Sumber
Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan
kurikulum, ada beberapa sumberatau landasan inti penyusunan kurikulum.
Pengembangan kurikulum pertama bertolak dari pekerjaan dan kehidupan orang
dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan orang dewasa,
kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa.
Dalam pengembangan
selanjutnya, sumber ini menjadi luas meliputi berbagai unsur kebudayaan.
Manusia adalah mahluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut
menciptakan budaya. Untuk hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari
budaya maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum,
Sumber lain ialah
anak, dalam pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan
atau pengajaran bukan memberikan sesuatu kepada anak, melainkan menumbuhkan
potensi-potensi yang telah ada pada anak. Ada tiga pendekatan kepada anak
sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, dan minat
siswa.
Beberapa pengembanagn
kurikulum berdasarkan pada pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang
lalu. Pengalaman pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan
kurikulum kemudian. Kemudian, yang menjadi sumber penyusunan kurikulum ialah
kekuasaan sosial politik. Di Indonesia pemegang kekuasaan social-politik dalam
penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang dalam
pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, serta
Dirjen Pendidikan Tinggi bekertasama dengan Balitbangdigbud.[4]
C.
Model-model Pengembangan Kurikulum
1. Model Ralph Tyler (Basic Principles
Curriculum and Instruction)
Model pengembangan
kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler (1949) diajukan berdasarkan pada beberapa
pernyataan yang mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum.
Oleh karena itu, menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan
kurikulum, seperti gambar berikut:[5]
:
Objectives
Selecting Learning experience
Organizing Learning Experience
Evaluation
a. Menentukan tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan
merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan
dan pembelajaran. Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir setelah
peserta didik mengikuti program pendidikan, sehingga tujuan tersebut harus
dirimuskan secara jelas sampai pada rumusan tujuan khusus guna mempermudah
pencapaian tujuan tersebut.
Ada tiga aspek yang
harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan pendidikan menurut
Tyler, yaitu : a) hakikat pesarta didik b) kehidupan masyarakat masa kini dan
c) pandangan para ahli bidang studi. Penentuan tujuan pendidikan dengan
berdasarkan masukan dari ketiga aspek tersebut. Kemudian difilter oleh
nilai-nilai filosofis masyarakat dan silosofis pendidikan serta psikologi pendidikan.[6]
Selain itu ada lima
faktor yang menjadi arah penentu tujuan pendidikan, yaitu : pengembangan
kemampuan berfikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap
kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik, dan pengembangan sikap
sosial. Jadi, dalam menentukan tujuan pendidikan hendaknya jangan hanya
memperhitungkan pendapat para ahli disiplin ilmu melainkan juga kebutuhan dan
minat anak dan masyarakat yang sesuai dengan falsafah Pendidikan.[7]
b. Menentukan proses pembelajaran
Setelah penetapan
tujuan, selanjutnya ialah menetukan proses pembelajaran apa yang paling cocok
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu aspek yang harus
diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar
belakang kemampuan paserta didik. Hal ini agar mereka dapat mengadakan reaksi
mental dan emosional maupun dalam bentuk kelakuan.[8]
c. Menentukan organisasi pengalaman belajar
Setelah proses
pembelajaran ditentukan, selanjutnya menentukan organisasi pengalaman belajar.
Pengalaman belajar di dalamnya mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi atau
materi belajar. Bahan yang harus dipelajari peserta didik dan pengalaman
belajar apa yang harus dilakukan, diorganisasikan sedemikian rupa sehingga
dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan. Kejelasan tujuan, materi belajar dan
proses pembelajaran serta urutan-urutan akan mempermudah untuk memperoleh
gambaran tentang evaluasi pembelajaran apa yang sebaiknya digunakan.[9]
d. Menentukan evaluasi pembelajaran
Menetukan jenis
evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam model Tyler.
Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis dan sifat
dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses
belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar penetapan jenis evaluasi bisa
tepat, maka para pengembang kurikulum disamping harus memerhatikan
komponen-komponen kurikulum lainnya, juga harus memerhatikan prinsip-prinsip
evaluasi yang ada.[10]
Jadi dalam melakukan evaluasi hendaknya
jangan hanya berbentuk tes tertulis akan tetapi juga berupa observasi, hasil
pekerjaan siswa, kegiatan dan partisipasinya serta menggunakan metode-metode
lainnya agar diperoleh gambaran yang lebih komperhensif tentang taraf
pencapaian tujuan pendidikan.
2. Model Taba (inverted Model)
Model Taba merupakan
modifikasi dari model Tyler. Modifikasi tersebut penekanannya terutama pada
pemusatan perhatian guru. Taba memrcayai bahwa guru merupakan faktor uatama
dalam usaha pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru
dan memosisikan guru sebagai inovator dalam pengembangan kurikulum merupakan
karakteristik dalam model pengembangan Taba.[11]
Langkah-langkah dalam
proses pengembangan kurikulum menurut Taba:
a. Diagnosis Kebutuhan
Agar kurikulum menjadi berguna pada pengalaman belajar murid, Taba
berpendapat bahwa segatlah penting mendiagnosis berbagai kebutuhan pendidik.
Hal ini merupakan langkah penting pertama dari Taba tentang apa yang anak didik
inginkan dan perlukan untuk belajar. Karena latar belakang peserta didik yang
beragam, maka diperlukannya diagnosis tentang gaps, berbagai kekurangan,
(deficiencies), dan perbedaan latar belakang peserta didik (variations
in these background).
b. Formulasi Pokok-pokok
(Merumuskan tujuan pendidikan)
Formusai yang jelas dan tujuan-tujuan yang koperhensif untuk membentuk dasar pengembangan
elemen-elemen berikutnya. Secara jelas, taba berpendapat bahwa hakikat tujuan
akan menentukan jenis pelajaran yang perlu untuk diikuti.
Dalam merumuskan tujuan
pendidikan, ada empat area yang perlu diperhatikan, pertama, konsep atau ide
yang akan dipelajari (concepts or ideas to be learned). Kedua, sikap,
sensitivitas, dan perasaan yang akan dikembangkan (attitudes, sensitivities,
and feeling to be developed). Ketiga, pola pikir yang akan ditekankan,
dikuatkan, atau dimulai/dirumuskan (ways of thingking to be reinforced,
strengthened, or initiasted). Keempat, kebiasaan dan kemampuan yang akan
dikuasai (habits and skills to be mastered)
c. Seleksi Isi
Menurut Taba, isi (materi) yang akan diajarkan kepada peserta didik
adalah:
1). Harus Valid dan signifikan,
2). Isi Harus relevan dengan kenyataan sosial,
3). Isi hasus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman.
4). Isi harus mencakup beberapa tujuan,
5). Isi harus dapat disesuaikan dengan kemampuan peserta didik untuk
mempelajarinya, dan bisa dihubungkan dengan pengalaman mereka.
d. Organisasi isi
Dalam menyusun kurikulum, terutama terkait dengan bentuk penyajian bahan
pelajaran/isi atau organisasi kurikulum/isi, ada dua organisasi kurikulum yang
bisa menjadi pilihan, yaitu kurikulum berdasarkan mata pelajaran dan kurikulum
terpadu.
e. Seleksi pengalaman
belajar
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam seleksi pengalaman
belajar peserta didik.
1. Pengalaman peserta
didik harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebab, setiap tujuan akan
menentukan pengalaman pembelajaran.
2. Setiap pengalaman
belajar harus memuaskan peserta didik
3. Setiap rancangan
pengalaman belajar sebaiknya melibatkan peserta didik,
4. Dalam satu
pengalaman belajar kemungkinan dapat mencapai tujuan yang berbeda.
f. Organisasi Pengalaman
belajar
Mengutip pendapatnya Tyler, terdapat tiga prinsip dalam mengorganisasi
pengalaman belajar, yaitu kontinuitas, urutan isi dan integrasi. Kontinuitas
bearti bahwa, pengalaman belajar yang diberikan harus memiliki kesinambungan
yang diperlukan untuk pengembangan belajar selanjutnya dan untuk memperoleh
pengalaman belajar dalam bidang lain. Adapun urutan isi, artinya setiap
pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik harus memperhatikan
tingkat perkembangan mereka.
g. Penetuan tentang apa
yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya.
Dalam melakukan evaluasi, Taba menganjurkan beberapa hal, 1. Menetapkan
kriteria penilaian, 2. Menyususn program evaluasi yang koperhensif, 3.
Menerapkan teknik pengumpulan data, 4. Melakukan interpretasi data evaluasi, 5.
Menerjemahkan evaluasi ke dalam kurikulum.[12]
3.
Model Oliva
Rumusan Filsafat
|
Implementasi
|
Implementasi
|
Desain Perencanaan
|
Rumusan Tujuan Khusus
|
Rumusan Tujuan Umum
|
Dari bagian di atas, tampak model pengenbangan kurikulum yang dikemukakan
oleh olivia.
Komponen Pertama, perumusan filosofis,
sasaran, misi serta visi pendidikan, yang semianya berseumber dari analisis
kebutuhan siswa dan analisis kebutuhan masyarakat.
Komponen Kedua, adalah analisis
kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi
dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah. Sumber kurikulum dapat
dilihat dari komponen satu dan dua ini. Komponen satu berisi
pernyataan-pernyataan yang bersifat umum dan sangat ideal. Sedanglan komponen
dua sudah mengarah pada tujuan yang lebih khusus.
Komponen Ketiga dan keempat,
berisi tentang tujuan umum dan tujuan khusus kurikulum yang didasarkan pada
kebutuhan seperti yang tercantum pada komponen satu dan dua.
Komponen kelima, mengorganisasikan
rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
Komponen keenam dan ke tujuh,
mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan khusus
pembelajaran.
Komponen kedelapan, menetapkan strategi
pembelajaran yang dimungkinkan dapat tercapai tujuan .
Komponen kesembilan, setudi awal tentang
strategi dan teknik penilaian yang dapat digunakan.
Komponen kesepuluh, mengimplementasikan
strategi kurikulum, setelah strategi diimplementasikan, pengembangan kurikulum
kembali ke komponen sembilan atau komponen sembilan plan B, untuk
menyempurnakan alat atau teknik penilaian.
Komponen ke sebelas dan duabelas,
dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.[13]
4.
D.K. Wheeler (Curriculum Process)
Wheeler mempunyai argument tersendiri agar
pengembangan kurikulum dapat menggunakan lingkar proses, yang setiap elemennya
saling berhubungan dan saling bergantung. Pendekatan yang digunakan Wheeler
dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap
langkahnya merupakan pengembangan secara logis terhadap model sebelumnya, dan
suatu langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah
diselesaikan. Wheeler mengembangkan ide-idenya sebagaimana telah dilakukan oleh
Tyler dan Taba. Wheeler menawarkan lima langkah yang saling keterkaitan dalam
proses kurikulum.[14]
Lima langkah itu jika
dikembangkan dengan logis dan temporer akan menghasilkan suatu kurikulum yang
efektif. Wheeler mengembangkan lebihlanjut apa yang dilakukan Tyler dan Taba,
meski hanya dipersentasikan agak berbeda. Adapun langkah-langkah tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Seleksi maksud,
tujuan, dan sasarannya.
b. Seleksi pengalaman
belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan dan sasaran.
c. Seleksi isi melalui
tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin ditawarkan.
d. Organisasi dan
integrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar mengajar
e. Evaluasi setiap fase
dan masalah tujuan-tujuan.
Berikut merupakan
model pengembangan kurikulum versi Wheeler dalam bentuk lingkaran:
1.Aims, goals, and objective
|
3. Selection of content
|
4. Organization and Integration of learning experience and
content
|
5. Evaluation
|
2. Selection of learning experience
|
|
Kontribusi Wheeler terhadap pengembangan kurikulum adalah terhadap
hakikat lingkaran dari elemen-elemen kurikulum. Kurikulum proses disini tampak
lebih sederhana dan gambar diatas memberikan indikasi bahwa langkah-langkah
dalam lingkaran yang bersifat
berkelanjutan memiliki makna responsif terhadap perubahan-perubahan pendidikan
yang ada.
5.
Audery dan Howard Nicholls
Audery dan Howard
Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang tegas mencakup elemen-elemen
kurikulum dengan jelas dan ringkas. Ia menitikberatkan pada pendekatan
pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum baru
yang muncul dari adanya perubahan situasi.[15]
Audery dan Howard Nicholls mendefinisikan kembali metodenya Tyler, Taba
dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus atau
berbentuk lingkaran, dan ini dilakukan demi langkah awal, yaitu analisis
situasi. Kedua penulis ini mengungkapkan bahwa sebelum elemen-elemen tersebut
diambil atau dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan situasi di mana
keputusan kurikulum itu dibuat harus dipertimbangkan secara mendetail dan serius. Dengan demikian,
analisis situasi menjadi langkah pertama yang menbuat para pengembang kurikulum
memehami faktor-faktor yang akan mereka kembangkan[16]
Ada lima langkah yang
diperlukan dalam proses pengambangan
secara kontinu. Langkah-langkah tersebut:
a. situasional analysis (analisis situasi)
b. selection of
objectives (seleksi tujuan)
c. selection and
organization of content (seleksi dan
organisasi isi)
d. selection and
organization of methods (seleksi dan
organisasi mode)
e. evaliation (evaluasi)
Masuknya fase analisis situasi merupakan suatu yang disengaja untuk
memaksa para pengembang kurikulum lebih responsif terhadap lingkungan dan
secara khusus dengan kebutuhan anak didik. Kedua lebih menekankan perlunya
memakai pendekatan yang lebih komperhensif untuk mendiaknosis semua faktor
menyangkut semua situasi dengan diikuti penggunaan pengetahuan dan pengertian
yang berasal dari analisis tersebut dalam perencanaan kurikulum. Untuk lebih
memahami model kurikulum yang dibuat Nicholls, bisa mengamati sesuai gamba
berikut.
|
Selection of objective
|
Evaloation analysis
|
evaluation
|
Selection and organization of content
|
Selection and organization of method
|
Dengan menerapkan
situasional analysis sebagai titik permulaan, model ini memberikan dasar data
sehingga tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan. Berbeda
halnya dengan Wheeler ia tidak merujuk pada analisis situasi yang spesifik, ia
sebenarnya lebih menguji pada keberadaan sumber tujuan yang ada.
6. Deckler Walker
Walker berpendapat bahwa para pengembang kurikulum tidak mengikuti
pendekatan yang telah ditentukan dari urutan yang rasional dari elemen-elemen
kurikulum ketika mereka mengembangkan kurikulum. kurikulum. Lebih baik
memprosesnya melalui tiga fase di dalam persiapan natural daripada dalam
kurikulum. Kesimpulan tersebut berasal dari analisis Walker terhadap laporan
proyek kurikulum, seperti CHEM Stuidi, BSCS, SMSG serta partisipasi pribadinya
dalam proyek kurikulum bidang kesenian. Analisis Walker menguraikan apa yang
telah dilihat sebagai model alami dalam proses kurikulum. It is a
naturalistic model in the sense that it was constructed to represent phenomena
and realtions observed in actual curriculum projects faithfully as possible
with a few terns and principles.[17]
Untuk lebih jelasnya mengenai model kurikulum versi Walker ini, kita bisa
lihat gambar berikut:
Platform
|
Deliberation
|
Belief
Theories
Conceptions Point of
view aims, objectives
|
(applying them to practical situations arguing about, accepting,
refusing, changing, adapting)
Curriculum
Design
|
(Making decision about
the various process componen)
Walker mempunyai
argument bahwa pernyataan platform di organisasikan oleh para pengembang
kurikulum dan pernyataan tersebut berisi serangkian ide, prefensi dan pilihan,
pendapat, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum. Aspek-aspek
tersebut mungkin tidak definisikan atau secara logis, tapi mereka membrntuk
basis platform sehingga kurikulum mendatang bisa dibuat oleh pengembang
kurikulum.
Walker berpendapat
bahwa pengembang kurikulum tidak memulai tugas dalam keadaan kosong (a blank
state), nilai-nilai, konnsepsi, dan hal-hal lain yang pengembangan kurikulum
gunakan untuk oroses pengembangan kurikulum mengindikasikan adanya kesukaan dan
perlakuan sebagai dasar mengembangkan kurikulum. Walker mengajurkan bahwa: The
Platfrom includes an idea of what is ought to be and these guides the
curriculum developer in the dertemining what should be do to realize his vision
Ketika interaksi di
antara individu dimulai, mererka kemudian memasuki fase pertimabangan yang
mendalam. Walker berpendapat bahwa selama fase ini, individu mempertahankan
pertanyaan platform mereka sendiri dan menekanakan pada idde-ide yang ada.
Berbagai peristiwa ini memberikan suatu (developers) juga beusaha menjelaskan
ide-ide mereka mencapai suatu konsesus. Dari periode yang agak kacau, fase yang
telah dipertimbangkan menghasilkan suatu ilmuniti yang penuh pertimbangan.
Fase model terakhir
Walker adalah menggunakan bentuk design. Pada fase ini, developers
membuat keputusan tentang berbagai komponen proses atau elemen-elemen
kurikulum. Keputusan akan dicapai setelah ada diskusi mendalam dan
dikompromikan oleh individu-individu. Keputusan-keputusan itu kemudian deirekam
dan menjadi basis data untuk dokumen kurikulum atau materi yang lebi spesifik.[18]
7.
Malcolm Skilbeck (dyanamic or interactive models)
Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum Austalia ( Australia’s
Curriculum Development Center), mengembangkan suatu interaksi altertnatif
atau model dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau model dinamis bagi
model proses kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skilbeck (1976) mengajurkan
suatu pendekatan dan mengembangkan kurikulum pada tingkat sekolah. Pendapatnya
mengenai sekolah di dasarkan pada pengembangan kurikulum (SCBD), sehingga
Skilbeck memberikan suatu model yang membuat pendidik dapat mengembangkan
kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal ini, Skilbeck memepertimbangkan
model dynamic in nature.[19]
Model dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive models)
menetapakan pengembangan kurikulum harus mendahulukan sustu elemen kurikulum
dan memualianya dengan suatu dari urutan yang telah ditetntukan dan diajurkan
oleh model rasional. Skilbeck mendukung petunjuk tersebut, menambahkan sangat
penting bagi developers untuk menyadari sumber-sumber tujuan mereka. Untuk
mengetahui sumber-sumber tersebut, Skilbeck berpendapat bahwa “a situasional
analysis” harus dilakukan. Untuk lebih mudah memahami model yang ditawarkan
Skilbeck, gamabr ini mungkin bisa membantu:
Situation
Analysis
|
Goal
Formulation
|
Program
Buliding
|
Interpretation
and implementation
|
Monitoring,
Feedback assesment, recondruction
|
Model ditas mengkalim bahwa agar School-Based Curriculum Development
(SBCD) dapat bekerja secara efektif, lima langkah (steps) diperlukan dalam
suatu proses kurikulum. Skilbeck berkata bahwa model dapat diaplikasikan secara
bersama dalam pengemban kurikulum, observasi dan peneliaan sistem kurikulum,
dan aplikasi nilai dari model tersebut pada nilai dan model tersebut terletak
pada pilihan pertama.
Mengingat susunan model ini secara logis termasuk kategori rational by
natur, namun Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak terjurumus pada perangkap
(trap). Skilbeck mengingatkan bahwa pengembangan kuriulum (curriculum
development) perlu mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah
satu langakah (stage) tersebut secara bersamaan. Pengertian model di atas
sangat sangat membingungkan, karena sebenarnya model tersebutmendukung
pendekang rasional daripada pengembangan kurikulum. Namun demikian, Skilbeck
berkata: The model outlined does not presuppose a means and analysis at all,
it simply encourages teams and or groups of curriculum developers to take
account different elements and aspects of the curriculum development process,
to the see the process as an organic whole and to wrok in a moderately
systematic way
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa alat ini tidak
mengisyaratkan suatu alat. Tujuananya adlah menganalisis secara keseluruhan;
tetapi secara simbol telah mendorong teams atau groups dari pengembang
kurikulum untuk lebih memperhatikan perbedaan-perbedaan elemen dan aspek-aspek
proses pengembangan kurikulum, agar lebih bisa melihat proses bekerja dengan
cara sistematik dan moderat.
8.
Model
Administratif
Pengembangan
kurikulum model ini disebut juga dengan istilah dari atas ke bawah (top down) atau staf lini (line-staff procedure), artinya pengembangan
kurikulum ini ide awal dan pelaksanaannya dimulai dari para pejabat tingkat
atas pembuat keputusan dan kebijakan berkaitan dengan pengembangan kurikulum.
Tim ini sekaligus sebagai tim pengarah dalam pengembangan kurikulum. Langkah
kedua adalah membentuk suatu tim panitia pelaksana atau komisi untuk mengembangkan kurikulum
yang didukung oleh beberapa anggota yang terdiri dari para ahli, yaitu: ahli
pendidikan, kurikulum, disiplin ilmu, tokoh masyarakat, tim pelaksana
pendidikan, dan pihak dunia kerja[20]
Tim ini bertugas
untuk mengembangkan konsep-konsep umum, landasan, rujukan, maupun strategi
pengembangan kurikulum yang selanjutnya menyusun kurikulum secara operasional
berkaitan dengan pengembangan atau perumusan tujuan pendidikan maupun pembelajaran,
pemilihan dan penyusunan rambu-rambu dan substansi materi pelajar, menyusun
alternatif proses pembelajaran, dan menentukan penilaian pembelajaran.
Setelah semua tugas
dari dari tim kerja pengembangan kurikulum tersebut telah usai, hasilnya dikaji
ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwewenang atau pejabat yang
berkompeten. Setelah mendapatkan beberapa kesempurnaan dan dinilai lebih cukup
baik, administer pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta
memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut.[21]
Dalam pelaksanaan
kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya
kegiatan monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam
pelaksanaannya. Setelah berjalan beberpa saat, perlu juga dilakukan suatu
evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponenya. Penilaian tersebut
dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkan pusat atau daerah, sedangkan
penilaian sekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan.
Hasil penilaian tersebut adalah merupakan umpan balik, baik bagi instansi
pendidikan di tingkat pusat, daerah dan sekolah.
9.
Model
Grass Roots
Pengembangan
kurikulum model ini kebalikan dari model adaministratif. Model Grass Roots merupakan model pengembangan
kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Pengembangan kurikulum model ini,
berada ditangan staf pengajar sebagai pelaksana pada suatu sekolah atau
beberapa kesolah sekaligus. Model ini didasaarkan pada pandangan bahwa
implementasi kurikulum akan lebih berhasil jika staf pengajar sebagai pelaksana
seudah sejak semula diikutsertakan dalam pengenbagan kurikulum[22].
Model Grass Roots lebih demokratis
karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan, sehingga
perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifik
menuju bagian-bagian yang lebih besar.[23]
Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum model Grass Roots, di antaranya : 1) guru harus memiliki kemampuan yang
propesional; 2) guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum,
penyeselaian permasalahan kurikulum; 3) guru harus terlibat langsung dalam
perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan penentuan evaluasi; 4) seringnya
pertemuan pemahaman guru dan akan menghasilkan konsensus tujuan, perinsip,
maupun rencana-rancana. Ada beberapa hal yang harus diantisipasi dalam model
ini, diantaranya adalah akan bervariasinya sistem kurikulum di sekolah karena
menerapkan partisipasi sekolah dan masyarakat secara demokratis. Sehingga
apabila tidak terkontrol (tidak ada kendali mutu), maka cendrung banyak
mengabaikan kebijakan dari pusat.
Pengembangan atau
penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau
beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen
kurikulum. Apabila kondisinya telah memingkinkan, baik dilihat dari kemampuan
guru, fasilitas, biaya, maupun bahan-bahan perpustakaan, pengembangan kurikulum
model grass roots akan lenih baik. Hal
itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana,
dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tau kebutuhan kelasnya,
oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.[24]
10.
Model Demonstrasi
Model pengembangan
kurikulum idenya datang dari bawah (Grass
Roots). Semula merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dalam skala kecil
yang selanjutnya digunkan dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya
sering mendapat tantangan atau keidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores, ada dua bentuk model pengembangan ini.
Pertama; sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah yang
diorganisasi dan ditunjuk untuk melaksanakan suatu uji coba atau eksperimen
suatu kurikulum. Proyek ini bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan
tentang salah satu atau beberapa segi/ komponen kurikulum. Hasil penelitian dan
pengembangan ini diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas,
Kedua; dari bebrapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang
sudah ada, kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji coba, dan mengadakan
pengembangan secara mandiri.dengan kegiatan ini, mereka mereka mengharapkan
ditemukan kurikulum, atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk
kemudian digunakan di daerah yang lebih luas.
Ada beberapa kebaikan
dalam penerapan model pengembangan ini, di antaranya adalah : 1) kurikulum ini
akan lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah diuji
dan diteliti secara ilmiah; 2) perubahan kurikulum dalam skala kecil atau pada
aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak
administrator, akan berbeda dengan perubahn kurikulum yang sangat luas dan
kompleks; 3) hakikat model demonstrasi cerskala kecil akan terhindar dari
kesenjangan dokumen dan pelaksanaan di lapangan; 4) model ini akan menggerakkan
inisiatif, kreativitas guru-guru serta memberdayakan sumber-sumber administrasi
untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam mengembangkan program yang baru.
Dari beberapa model
pengembagan kurikulum yang telah diuraikan diatas, ditemukan beberapa perbedaan
yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.Dalam
pengembangan kurikulum model apapun yang digunakan adalah model yang digunakan
dalam kurikulum, dan kurikulum tersebut baik
pada masanya. Sebenarnya masih banyak model-model pengembagan kurikulum
yang lain beserta langkah-langkah yang ditawarkan yang juga memiliki orientasi
kata yang berbeda dengan yang lainnya. Namun, pada dasarnya semua kurikulum
tersebut, memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan
evaluasi yang sama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pemaparan
diatas, dapat disimpulkan bahwa model pengembangan kurikulum adalah langkah
sistematis dalam penyususnan kurikulum. Alternatif prosedur dalam rangka
mendesain, menerapkan dan mengevaluasi suatu kurikulum.model pengembangan
kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan program pembelajaran yang dapat memenuhi
berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan, berdasarkan pada
perkembangan teori dan praktek kirikulum.
Ada banyak
model-model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli,
diantaranya: 1).Model Ralph Tyler (Basic Principles Curriculum and
Instruction). 2). Model Taba (inverted Model), 3). Model Olivia 4). D.K. Wheeler (Curriculum Process), 5). Audery dan Howard Nicholls, 6). Deckler Walker, 7). Malcolm Skilbeck (dyanamic or interactive models), 8). Model
Administratif, 9). Model Grass Roots, 10). Model Demonstrasi, dari beberapa model tersebut, pada dasarnya semua
kurikulum tersebut, memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar,
dan evaluasi yang sama.
B.
Penutup
Demikian makalah yang kami susun semoga
apa yang kita rumuskan, kita pelajari mendapatkan anugrah dan inayah dari Allah
serta bermanfaat bagi kita semua. Dengan semangat belajar yang tinggi pula
insyaallah dapat menegakkan tiang agama dan mendapatkan tempat yang mulia kelak
di hari akhir amin ya robbal alamin.
Daftar Pustaka
ü
Wina
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011)
ü
Toto
Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013)
ü
Nasution,
Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993)
ü
Abdullah
Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013)
ü
Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum teori dan praktik, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 1999)
ü
Subandijah,
Pengembangan dan inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996)
[1]Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm, 82
[2]Toto Ruhimat
dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm, 78
[3]Nasution, Pengembangan
Kurikulum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm.139
[4]Ibid., hlm.
100
[5]Toto Ruhimat
dan Muthia Alinawati, Op. Cit., hlm,79
[6]Toto Ruhimat
dan Muthia Alinawati, Op. Cit., hlm,80
[7]Nasution,Op.
Cit., hlm.140
[8]Nasution, Op.
Cit., hlm.140
[9]Toto Ruhimat
dan Muthia Alinawati, Op. Cit., hlm,80
[10]Toto Ruhimat
dan Muthia Alinawati, Op. Cit., hlm,80
[11]Toto Ruhimat
dan Muthia Alinawati, Op. Cit., hlm, 85
[12]Ibid., hlm.
65-74
[13]Wina Sanjaya,
Op. Cit., hlm, 82
[14]Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm,
185-186
[16]Ibid., hlm, 189
[17]Ibid., hlm, 192
[19]Ibid.,hlm, 195
[20]Toto Ruhimat
dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm,81
[21]Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan kurikulum teori dan praktik, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 161
[22]Subandijah, Pengembangan
dan inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 71
[23]Toto Ruhimat
dan Muthia Alinawati, Op. Cit., hlm,82
[24]Nana Syaodih
Sukmadinata,Op. Cit., hlm. 163
Tidak ada komentar:
Posting Komentar